Monday, June 9, 2014

indobesia maju



PLASADANA.COM - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI), Mirza Adityaswara mengungkapkan, Indonesia membutuhkan sumber pembiayaan yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun tidak melulu mengandalkan dari sektor perbankan.
Hal tersebut seperti dikatakan Mirza saat menjalani fit and proper test DGS-BI periode 2014-2019 di Gedung DPR Jakarta, Senin (9/6). Saat menyampaikan makalahnya di hadapan anggota Komisi XI DPR, Mirza mengatakan, pemerintah dan BI harus berupaya meningkatkan pendalaman pasar keuangan nasional.
"Karena, kita jangan hanya bergantung pada sumber pembiayaan untuk pembangunan ekonomi dari perbankan saja. Kita harus mengembangkan instrumen-instrumen keuangan di luar perbankan," kata Mirza.
Menurut dia, Indonesia membutuhkan sumber pembiayaan yang besar untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi dan berkesinambungan. Pasalnya, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025.
Guna mewujudkan hal tersebut, kata dia, Indonesia memerlukan laju pertumbuhan ekonomi riil sekitar 8-9 persen di 2015-2025. Selain itu, kata Mirza, laju inflasi juga harus ditekan ke angka 3 persen di 2025. Dia menegaskan, untuk mencapai target itu, maka nilai investasi yang dibutuhkan sebesar Rp4.600 triliun.
Dia mengungkapkan, pada 1967 pertumbuhan ekonomi pernah mencapai 10,92 persen dan sekitar 1979-1980 masih bisa sebesar 9,88 persen. Bahkan, lanjut dia, pada 1995 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8,22 persen, meski anjlok menjadi minus 13,13 persen saat krisis 1997/1998.
Sementara itu, ujar Mirza, pada akhir 2012 inflasi masih terjaga di angka 4,3 persen, namum meningkat pesat menjadi 8,79 persen setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013.
"Tetapi, saat ini inflasi tetap terjaga dan bergerak menuju kisaran yang menjadi sasaran Bank Indonesia sebesar 4,5 persen plus minus 1 persen," imbuhnya.
Terkait dengan sumber pembiayaan pembangunan ekonomi, kata Mirza, sejauh ini masih lebih besar pada pinjaman perbankan yang mencapai 37,9 persen dan utang luar negeri sebesar 37,5 persen.
"Makanya, Bank Indonesia sering mengingatkan untuk mewaspadai rasio utang luar negeri," ucap Mirza.
Dia menambahkan, sumber pembiayaan Indonesia dari pasar surat utang mencapai 13,8 persen terhadap PDB. "Kalau Malaysia sudah mencapai 105,4 persen dan Thailand sudah 75,2 persen dari PDB. Artinya, korporasi di Malaysia dan Thailand tidak bergantung pada perbankan," ujar Mirza.

No comments:

Post a Comment